corner1.gif (273 bytes)
        



corner6.gif (591 bytes)
join.gif (2011 bytes)
Perkataan, Pemikiran dan Perbuatan Manusia Bali..!

Email Gratis

Media ini membantu Anda untuk memperoleh pesan-pesan rahasia tentang Bali. Silahkan daftar email Bali News.

Email Login
Password
New users
sign up!
   

.

toplogo1.gif (4428 bytes)


Berita Utama, Minggu ini

  
Presiden Gus Dur Turun Tangan:
Kerja Keras Menerjemahkan Weda

Sudah lama ada keluhan dari umat Hindu tentang langkanya Kitab Suci Weda dalam bahasa Indonesia. Baru sekarang ini terjemahan itu akan dimulai, berkat gebrakan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, Ir. Wayan Gunawan dan dorongan Presiden Abdurrahman Wahid.

Keluhan itu sudah muncul lama. Semua pelajar-pelajar yang beragama Hindu tahu apa kitab suci Hindu, yakni Catur Weda. Dan bagaimana uraian Catur Weda itu sendiri, semuanya juga paham. Yakni, Reg Weda, Yajur Weda, Sama Weda dan Atharwa Weda. Apa isi masing-masing Weda itu juga sudah diajari. Bahkan kapan Weda itu diturunkan, dan siapa Maharesi (Nabi) yang menerima wahyu Tuhan sebagaimana yang kemudian ditulis dalam Weda itu, sudah sering dijadikan pertanyaan dalam Lomba Cerdas-Cermat yang berkaitan dengan Utsawa Dharma Gita. Tetapi, siapa yang sudah punya kitab Weda? Jarang sekali yang punya. Bahkan yang melihat saja pun belum pernah. Yang kini dibawa-bawa oleh umat Hindu sebagai "pengganti" Catur Weda itu adalah kitab Bhagawadgita.

Ini merupakan kesalahan panjang pembinaan umat Hindu di Nusantara ini, khsususnya di Bali, yang masih menggunakan metode "gugon tuwon" dan belajar agama bukan lewat sastra tertulis. Bahkan, pada banyak masyarakat tradisional di Bali, melaksanakan ajaran agama sudah cukup dengan datang ke Pura melakukan persembahyangan. Persembahyangan itu pun bertahun-tahun di masa lalu dilakukan dengan mantra-mantra lokal. Namun belakangan ini mantra-mantra yang bersumber dari Kitab Suci Weda sudah mulai diperkenalkan.

Terasa agak mengejutkan ketika Presiden Abdurrahman Wahid sendiri "ikut gusar" dengan kasus ini. Ketika menerima Panitia Nasional Dharma Shanti Nasional dan Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional di Istana Merdeka, 13 Maret lalu, Presiden Gus Dur meminta supaya Kitab Suci Weda diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. "Kalau tidak diterjemahkan, bagaimana orang lain tahu," kata Gus Dur. "Kalau orang lain (maksudnya yang non-Hindu) tidak tahu, sulit ada komunikasi. Setelah terjemahan itu ada, buat penafsiran-penafsiran yang terus-menerus dilakukan, untuk menjawab tantangan zaman," kata Gus Dur lagi.

Ketika hadir pada pembukaan Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional di TMII Jakarta, 14 Maret esoknya, Gus Dur kembali meminta agar umat Hindu tidak boleh ketinggalan dalam menghadapi perubahan zaman. Kembali disebut-sebut pentingnya Weda diterjemahkan dan kemudian ditafsirkan terus-menerus. Presiden menyebutkan ada dua hal yang akan diperoleh jika penafsiran ulang kitab-kitab suci itu dilakukan. Pertama adalah bagaimana ajaran agama itu benar secara prinsip, dan dijadikan pedoman oleh pemeluknya dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Yang kedua, ajaran agama itu mampu digunakan untuk mengantisipasi perubahan zaman. "Saya terus terang tidak pernah mengikuti perkembangan agama Hindu, apakah ada filosofinya atau telah ada penafsiran ulang secara terus-menerus," kata Presiden.

Proyek Besar

Apa yang dikatakan Presiden memang benar, kitab Weda belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia secara utuh. Baru terjemahan sepotong-potong, dan itu pun dilakukan melalui Weda yang dalam bahasa Inggris. Ini menunjukkan bagaimana SDM Hindu yang sangat langka menguasai bahasa Sansekerta, apalagi membaca huruf Dewanegari. Namun, terjemahan yang sudah sepotong-potong itu pun sangat bermanfaat untuk umat dan besar jasanya dalam pembinaan agama Hindu selama ini. Terjemahan sepotong-sepotong itulah yang kini dijadikan acuan dan penafsirannya sudah banyak diterbitkan.

Tapi, apa langkah ke depan? "Kita harus kerja keras," kata Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, Mayjen Purnawirawan Ir. Wayan Gunawan kepada Raditya. Sebuah proyek besar yang didukung dana milyaran rupiah dari pemerintah akan segera bergulir untuk penerjemahan kitab Weda ini. Menurut Wayan Gunawan, dalam waktu dekat para cendekiawan Hindu akan dikumpulkan untuk menjawab tantangan Presiden Gus Dur ini. Bahkan, saat ini sudah dilakukan sebuah penjajagan, bagaimana teknik menerjemahkan Weda itu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. "Dalam delapan bulan ini sudah harus jadi. Di mulai April mendatang, awal anggaran baru, proyek besar ini akan berjalan," katanya. Kenapa delapan bulan? Karena anggaran pemerintah tahun 2000 ini singkat, dari April sampai Desember 2000. Proyek ini pun harus mengikuti anggaran pemerintah itu. Karena membutuhkan waktu cepat, penerjemahan itu pun dilakukan lewat Weda dalam bahasa Inggris. Bagaimana kalau terjadi kesalahan? "Yang penting terbit dulu, ada dulu dalam bahasa Indonesia. Jika sudah terbit dan kemudian ada koreksi-koreksian kita perbaiki terus-menerus. Untuk mencari terjemahan yang sempurna mungkin butuh waktu lima atau sepuluh tahun. Yang penting ada dulu," kata Wayan Gunawan.

Untuk mengantisipasi kekeliruan karena diterjemahkan dari bahasa Inggris, menurut Wayan Gunawan, dalam terjemahan itu nanti huruf Dewanegari dan bahasa Sansekerta tetap dicantumkan. Untuk itu Departemen Agama sudah membentuk tim editor maupun tim pendamping yang terdiri dari pakar-pakar Hindu. Pak Dirjen tidak menyebutkan siapa saja tim ini, tapi salah satunya adalah Made Darmayasa, yang kini masih berada di India dan sangat menguasai bahasa Sansekerta dan tahu membaca berbagai jenis huruf yang ada di India, termasuk huruf Dewanegari. Agus S. Mantik dan Putu Setia dari Lembaga Sanathana juga sudah diminta oleh Dirjen Bimas Hindu dan Buddha untuk ikut terlibat dalam proyek ini.

Distribusi buku ini akan dilakukan secara bisnis murni. Dan karena buku akan dicetak luks supaya lebih "berwibawa" sebagai buku suci, harganya diperkirakan akan tinggi dan mungkin kurang terjangkau oleh masyarakat kebanyakan. "Karena itu kita minta bantuan pengusaha, beli bukunya sumbangkan ke masyarakat bawah. Jangan hanya menyumbang pembangunan Pura saja. Pura semakin banyak dibangun, umat malah semakin menyusut karena tak tahu ajaran agamanya yang benar," kata Pak Dirjen lagi. Pembangunan Pura akan diserahkan secara alami oleh masyarakat, dan biasanya masyarakat mampu membiayai pembangunan ini karena ada ikatan emosionalnya. Tetapi kalau untuk pengadaan buku-buku agama, emosional itu jarang ada, sehingga sedikit sekali orang yang memberikan dana punianya untuk pengadaan buku. Dirjen mengimbau agar umat Hindu yang punya harta berlebih agar ikut terlibat dalam berbagai gerakan penghimpunan dana untuk pengadaan buku-buku agama, dan menyebarkannya ke masyarakat.

Seorang tokoh Hindu membenarkan sinyalemen Pak Dirjen ini. Disebutkannya, di Bali sudah banyak ada pura dan semakin banyak lagi yang dibangun, tetapi umat Hindu justru mudah beralih agama karena tidak ada buku pedoman apa sesungguhnya konsep dan filosofi dari agama Hindu itu sendiri. Mereka datang ke Pura dengan perasaan hampa, karena tak tahu untuk apa bersembahyang, dan di mana rujukannya dalam kitab suci. Sementara agama lain terus-menerus memberikan buku-buku agama, bahkan banyak buku agama lain yang diterbitkan dalam Bahasa Bali. Jika kemudian terjadi dialog-dialog, banyak umat Hindu yang keteter tak bisa menjelaskan filosofi dari ritual yang mereka hadapi. Dari sinilah kemudian muncul kerentanan dan kalau terus-menerus "diprovokasi" maka mereka pun pindah agama.

Namun, Dirjen Wayan Gunawan optimistis umat Hindu akan berkembang karena sudah mulainya muncul kesadaran untuk mempelajari agama secara benar lewat kitab-kitab suci. "Kita harus berani melangkah menuju Hindu yang moderen. Saya menginginkan adanya Hindu Centre yang menjadi pusat rujukan agama Hindu di Indonesia ini," kata Wayan Gunawan, sambil memuji usaha yang dilakukan Majalah Hindu Raditya untuk membuka web site Hindu di internet.

Banyak Salah

Memang, kesalahan yang dihadapi dalam menerjemahkan Weda ke dalam bahasa Indonesia adalah langkanya umat Hindu yang menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Dewanegari. I Wayan Sukarma, seorang guru agama yang ditugaskan di tempat terpencil di Kalimantan Selatan mengatakan pada Raditya, kitab suci Weda yang kini ada dalam bahasa Indonesia yang sepotong-sepotong itu banyak yang salah. Ia menyebutkan buku Yajur Weda terjemahan Gde Puja dengan editor Wayan Maswinara. Pada huruf Dewanegari banyak kata-kata yang hilang. Begitu pula pada buku Sama Weda terjemahan Gde Puja. Kesalahannya bukan saja pada huruf dan kata, tetapi kalimatnya juga bisa berubah arti. "Setiap halaman ada yang salah," kata Wayan Sukarma di tengah-tengah berlangsungnya Utsawa Dharma Gita di Jakarta.

Ia tahu kesalahan itu karena punya buku pembanding yaitu Catur Weda Samhita yang disusun oleh Gangge Svara Udasena. "Saya sangat mengharapkan lembaga pendidikan seperti STAH mengadakan penelitian terhadap terjemahan buku-buku Weda ini dan kemudian melakukan koreksi," kata Wayan Sukarma sambil menyebutkan memang ada kesulitan menerjemahkan bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Indonesia dalam huruf Latin.

Apapun, sebuah langkah besar telah dimulai. Di era kepemimpinan Gus Dur umat Hindu diharapkan punya terjemahan Kitab Suci Weda yang komplit. (I Nyoman Wirya S)

  
Social Budaya
Adakah Setan dalam Hiduisme
Saraswati Mensyukuri Sumber Keweruhan
LPD Desa Adat Buduk, Pemberian Kredit tak dibatasi




 

balinewslogo.gif (1652 bytes)

Search
   
Porum Diskusi Bali News Click here

Politik
Ida Bagus Wesnawa, "Kepala Kita Sudah Terbakar"